Your alt title

rioferi

Pengalaman naik Batik Solo Trans

Kuliah udah rampung, tapi hidup masih luntang-lantung. Sejak wisuda, Gue memutuskan untuk stay dulu di Solo sebelum berkelana. Berkelana ya, pake "K" bukan bercelana. Emang Gue Donald bebek yang kemana-mana pake baju tapi gak pake celana? 

Hidup di dunia ini memang keras. Gak mudah untuk dapetin apa yang kita mau. Contohnya pekerjaan. Haha. Gue jadi curhat tempe begini. Gue mutusin untuk stay di Solo dulu karena Gue udah jatoh cintah sama Koserba (Kota Serba Ada) mini ini. Alasan paling aduhay yang bisa Gue lontarkan adalah karena Gue udah apal jalan-jalan di Solo, makanya Gue enggan minggat dari sini. Perlu kalian tahu bahwa kelemahan Gue yang paling dahsyat adalah mengingat rute atau jalan. Gak heran waktu ikutan jelajah alam SMA dulu, Gue gak pernah ditunjuk sebagai pembaca peta. Mungkin mereka takut nyasar ke Hutan Amazon kalo Gue yang nunjukin jalan. Gue males untuk inget-inget jalan lagi kalo pindah kemana gitu. Otak Gue ini kalo diibaratkan sayuran, bentuknya gak kayak kembang kol yang besar dan serupa otak normal lainnya. Lebih mirip biji karet. 

Tapi apa daya, perjalanan hidup membawa Gue kepada sebuah takdir primbon yang menyatakan bahwa time limit Gue hidup di Solo udah habis. Sekarang saatnya untuk berkelana mengarungi dunia yang lebih liar luas lagi. Gue memutuskan untuk pergi ke Ex-River a.k.a Kali-Mantan. Ya! Ini adalah keputusan yang berat.

Nah, berhubung Gue mau ke Kalimantan, Gue jadwalin tuh beberapa hari belakangan untuk muterin Solo nyobain naik Batik Solo Trans (BST). BST adalah trasportasi umum yang modelnya kayak Trans Jakarta. Jadi punya jalur khusus meskipun gak ada batasnya dengan jalan raya macam Trans Jakarta. Bordernya hanya garis yang dicat di jalan raya gitu aja. 

Untuk menuju halte BST terdekat dengan kediaman, Gue mesti jalan kaki dulu sebentar. Setelah itu nunggu BST yang lewat. Gak nyampe lama kok nunggunya. Armada BST ada banyak dan semuanya ngider. Gue aja baru naroh pantat, udah dateng aja BSTnya. Karena BST ini punya prinsip tarif jauh-dekat cuma Rp. 3.500,- , makanya Gue mau puasin keliling Kota Solo pake BST dan turun di beberapa tempat setelah satu putaran rute penuh. Haha.


Beberapa tempat tujuan (baik wisata maupun tempat-tempat umum) di Solo bisa dijangkau dengan BST. Meskipun ada beberapa tempat yang harus ditambah dengan jalan kaki sedikit. Tempat yang bisa kalian jangkau dengan BST diantaranya Stasiun Purwosari (halte BST pas di depan stasiun), city walk (turun mane aje terserah, sepanjang city walk banyak halte BST), Pusat Perbelanjaan macam Solo Grand Mall, Solo Square, Pusat Grosir Solo, BTC dan Klewer (Kalo mau ke Klewer atau Keraton, jalan kaki bentaran), Kampus kayak UNS dan UMS (halte pas depan kampus, gak nyampe ke fakultas masing-masing lho..haha), ke Gladak Langen Boga (Galabo) juga bisa banget. Masih banyak sih tempat yang bisa dituju dengan BST. Oh ya satu lagi, ke Bandara juga bisa lho. Tapi ongkosnya jadi 15 ribu. Mungkin kalo jaman dulu udah ada BST, Sun Go Kong bakalan cepet nyampe ke kota kuil barat ambil Kitab Suci. 

Pertama kali naik BST, adegannya sama kayak Harry Potter ngelihat Hogwarts. OK mungkin terlalu berlebihan. Tapi beneran, untuk beberapa saat momennya jadi semacam takjub ngelihat bagian dalam BST. Pernyataan takjub namun bermakna kasihan pun muncul, "akhirnya.. bisa juga naik BST ini.."

Waktu BST berhenti di salah satu halte di faroka, ada penjual yang masuk ke dalam BST. Dia membawa barang dagangannya di dalam sebuah keranjang belanja seperti di supermarket. Sesaat sebelum dia masuk, Gue kaget, Kok pedagang boleh masuk ya? Yah, meskipun dalam keadaan berhenti, setidaknya BST seharusnya bebas dari pedagang asongan dan pengamen. Di dalam BST hanya ada beberapa penumpang. Di sebelah Gue, duduk ibu-ibu yang baru aja naik. Si bapak-bapak penjual asongan itu lantas jalan menuju arah Gue kemudian berbalik memandang penumpang lainnya. Sejurus kemudian, dia memulai menawarkan barang dagangannya. Gue pikir kalimat-kalimat yang bakal keluar adalah kalimat normal ala pedagang asongan yang biasa Gue denger macam "cangcimen! cangcimen" atau "mijon! mijon!". Tapi mungkin si Bapaknya ini terlalu banyak berimajinasi, jadinya dia dagang sambil pidato. 

"Hidup jaman sekarang ini susah! Mengapa anda tak membantu kami dengan membeli Tissue ini?! Merknya udah P*seo! Ini tissue biasa dipake oleh orang-orang yang menengah keatas. Murah! Hanya seribu rupiah"

Gue rasa dia masih punya hubungan sama Vicky. Mungkin lain kali dia bakal pake istilah labil ekonomi untuk tidak mempertakut statutisasi kemakmuran dengan mengkudeta penjualan tissue di usianya yang masih 29 my age. Haha. Untung Gue pake masker, jadi gak begitu nampak ekspresi kaget Gue waktu perhatiin aksi si bapak ini. Kalo gak, Gue bakal keliatan sama dengan para penumpang yang lainnya, mangap!

Kondektur BST (biasanya perempuan) ngebiarin aja ada pedagang asongan yang masuk BST. Mungkin lantaran mereka sudah saling kenal. Mereka terlihat sudah saling akrab satu sama lain. Ya sudahlah..

Selain ngebolehin pedagang asongan masuk dan berjualan di dalam bus, Ada satu hal yang bisa Gue komentarin dari segala hal yang berhubungan dengan BST. Beberapa halte nampak kotor dengan sampah yang berserakan. 


Oh ya, berdasarkan info yang secara resmi Gue dapetin dari kondektur BST, jam operasional BST hanya sampai jam 4 sore. Lepas dari itu, jangan pernah duduk masin di halte dan nunggu BST lewat. Jangan kayak gue, masih ngejogrog di halte BST sampe adzan maghrib berkumandang. Akhirnya Gue lambai-lambai tangan ke kamera dan memutuskan untuk pulang naik taksi. Semoga nanti moda transportasi umum Solo bisa lebih bagus dan terkondisikan ya. Berharap bisa berkembang dengan adanya Shinkansen. Hahaha

Posted on
Thursday, September 19
Filed under:


Subscribe
Follow responses trough RSS 2.0 feed.

One Comment to “Pengalaman naik Batik Solo Trans”


agak gak terurus haltenya ya?
hehehe... mungkin harus ada instruksi dari atas tentang standar kebersihan,
sip.

Gamis Baru

Anonymous